Namaku Marsha. Aku tinggal di dalam sebuah kamar cantik
lengkap dengan dinding berwarna merah muda. Di setiap sisi dinding terdapat
satu jendela persegi bertirai putih dengan motif bunga-bunga.
Aku ingat, aku diciptakan oleh sebuah pabrik boneka di daerah
perkotaan. Lalu aku dibawa ke sebuah bangunan besar lengkap dengan suhu ruangan
yang dingin. Aku tidak tahu tempat apakah itu. Yang aku tahu, di tempat itu aku
bertemu dengan teman-teman baru. Ada teddy, boneka kucing, boneka lumba-lumba,
dan ada juga boneka berbi yang wajahnya tak jauh berbeda denganku. Kami tak
saling menyapa, hanya saling menatap. Makhluk seperti kami memang ditakdirkan
hidup dalam kesunyian. Seperti itu seterusnya.
“Ma, aku mau beli
boneka berbi yang itu”, kulihat ada tangan mungil menunjukku
Sedetik, dua detik, dan ternyata benar. Gadis kecil yang
berada di depanku waktu itu dengan cepat membawaku dalam genggamannya. Ia
memelukku dan memanggilku dengan sebutan Marsha. Aku mulai menyukainya ketika
ia mengelus rambutku. Kupikir, aku akan berpisah dengan teman-teman baruku
disini.
“baiklah, mulai dari sekarang kamu tinggal di kamarku,
namamu adalah Marsha”,
“nama yang bagus”, pikirku
Aku menyukai tempat ini, lebih nyaman dari yang kubayangkan
sebelumnya. Gadis kecil itu juga memperlakukanku dengan lembut. Setiap waktu
rambutku dibelainya dan disisir, memakaikanku gaun-gaun pesta yang indah, dan
memelukku setiap malam. Aku merasakan bahagia.
Hingga tiba pada suatu hari, aku tak bertemu dengan gadis
kecil itu seharian. Aku tak tahu bagaimana
aku bisa tahu bahwa sudah sehari, aku hanya melihat warna langit dari kaca
jendela berubah dari yang berwarna gelap, menjadi terang, lalu gelap kembali.
Begitu seterusnya dalam waktu lama. Kupikir aku tak akan bertemu gadis kecil
itu lagi.
Kini aku benar-benar merasakan kesendirian. Seketika aku
merindukan teddy, boneka kucing, dan boneka lumba-lumba yang sempat menjadi
temanku di bangunan besar itu. Aku menangis. Walaupun tidak ada air mata yang
mengalir, walaupun wajahku tetap tersenyum seperti biasanya, walaupun aku tidak
bisa berteriak. Namun aku merasakan betapa aku membutuhkan teman.
***
Terdengar langkah kaki. Seketika pintu terbuka. Sudah
terlalu lama pintu itu tidak dibuka.
“hai Marsha, lama tidak bertemu. Kau merindukanku?”,
Tentu saja
“aku membawakanmu teman baru, mama membelikannya karena aku
berhasil dalam ujian semester. Dan kau tahu? Aku berhasil mendapatkan peringkat
satu”,
Gadis kecil itu tersenyum sesaat, lalu memperlihatkan boneka
padaku. Kulihat bentuk dan ukurannya boneka itu sama denganku, namun yang
dibawanya adalah boneka yang menggunakan jas hitam, berdasi, dan rambut yang
tertata rapi seperti pangeran kerajaan.
“aku menamainya Ronald.”
Nama yang bagus, aku
suka.
Gadis itu tersenyum lagi, lalu meletakkan Ronald tepat di
sampingku. Tangan kami dibiarkan saling bersentuhan.
“mulai hari ini, kalian adalah sepasang kekasih. Dan akan
selamanya bersama”,
Gadis itu berkata sambil tersenyum dengan puas. Matanya juga
berbinar-binar. Mungkin rasa senang yang ia rasakan sama seperti yang
kurasakan. Aku bahagia, walaupun aku tak tahu apakah Ronald juga merasakan
bahagia atau tidak.
Kini hari-hariku kulalui bersama Ronald. Walaupun dia dan
aku tidak pernah bicara, walaupun dia dan aku tak pernah bertukar pikiran. Kita tetap bisa saling memahami. Biarpun tidak ada
kata cinta dan pelukan hangat di antara kita berdua, kita tetap menikmati
kebersamaan ini dengan indah. Hanya dengan tahu bahwa Ronald selalu ada di sampingku saja itu sudah cukup.